Senin, 12 Januari 2015

Sejarah Kerajaan Salakanagara oleh i wayan suidana




Beberapa ahli sejarah meragukan kesahihan sejarah yang diuraikan dalam “Naskah Wangsakerta Rajyarajya i Bhumi Nusantara namun beberapa ahli lainnya merasa naskah tersebut dapat dijadikan sebagai salah satu sumber kajian baru mengenai sejarah kerajaan-kerajaan di Nusantara. Terdapat informasi penting dalam naskah tersebut dimana "kerajaan yang pertama berdiri di Nusantara adalah kerajaan Salakanagara, bukan kerajaan Kutai Martadipura sebagaimana yang tertulis selama ini di buku-buku sejarah siswa Sekolah Dasar (SD), buku-buku sejarah siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) demikian juga pada buku-buku sejarah Sekolah Menengah Atas (SMA)".
Berdasarkan informasi (penting) tersebut penulis tertarik menelusuri lebih jauh "kejelasan mengenai sejarah Kerajaan Salakanagara"
Selanjutnya di bawah ini adalah rangkuman dari beberapa refrensi sejarah dari beberapa ahli yang penulis susun sedemikian rupa.
Asal-usul leluhur pendudduk Jawa Barat
Luar negeri
            Salah satu sumber di media internet menjelaskan bahwa; “di era sepuluh ribu tahun sebelum masehi orang-orang dari Benua Utara telah datang di Nusantara. Mereka datang menjelajah melalui pulau Sumatra selanjutnya menuju Negara perak (jawa Barat) kemudian ke Jawa Timur, Jawa tengah, pulau Nusa (Bali), Kalimantan. Tujuan mereka beragam tetapi pada umumnya, mereka berdagang dan membeli barang-barang kebutuhan untuk negerinya. Barang-barang yang mereka bawa seperti; bahan pakaian, perhiasan (berupa ratna), permata, mustika, obat-obatan, bahan makanan serta perabotan rumah tangga. Sedangkan barang-barang yang mereka beli di Nusantara seperti; rempah-rempah, padi, buah-buahan, rumput laut, ikan dan perak.
Selanjutnya pada awal tarikh Saka datang pula orang-orang dari Sri Langka, Saliwahana, dan Benggala. Mereka berlayar melalui Baratawarsa (India) menuju Jawa Timur, Jawa Tengah dan akhirnya tiba di Jawa Barat. Selanjutnya seperti halnya kaum pedagang dari Benua Utara demikian pula orang-orang dari Sri Langka, Saliwahana dan Benggala, banyak dari mereka yang kemudian menjadi penduduk di Dwipantara (sebutan Nusantara tempo dulu).
Dalam negeri
            Kebiasaan manusia pada zaman purba adalah hidup berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lainnya. Mereka terus melakukan kebiasaan tersebut karena memenuhi kebutuhan hidup (makan). Tidak terkecuali orang-orang dari  jawa Tengah, Jawa Timur, orang-orang dari  Bugis, orang-orang dari  Maluku, orang-orang dari  Kalimantan dan orang-orang dari Sumatra. Namun diantara kaum pendatang tersebut yang terkenal adalah seorang tokoh bernama Aki Tirem. Ia diperkirakan telah tiba di Jawa Barat tepatnya di desa Teluk Lada pada awal masehi.
            Sifat penduduk Teluk Lada yang ramah memudahkan Aki Tirem memasuki desa tersebut. Lebih-lebih kepala suku yang tidak dipungkiri membutuhkan sesosok orang yang dapat membantunya. Desa Teluk Lada yang telah lama diganggu para perompak, melihat kehadiran Aki Tirem adalah sosok orang yang membawa harapan.
Datuk Tirem diduga seorang tokoh yang cerdas di zamannya. Ia adalah putera dari Ki Srengga. Ki Srengga putera dari Nyi Sariti. Nyi Sariti putera dari Aki Bajul Pakel. Aki Bajul Pakel putera dari Aki Dungkul. Ki Dungkul yang menetap di sumatra bagian Selatan, putera dari Ki Pawang Sawer. Aki Pawang Sawer putera dari Datuk Pawang Marga. Datuk Pawang Marga putera dari Ki Bagang yang menetap di Sumatera bagian utara. Ki Bagang putera dari Ki Datuk Benda. Ki Datuk Benda putera dari Nesan yang tinggal di daerah Langkasuka. Ki Nesan leluhurnya berasal dari negeri Yawana bagian barat (India).
Kepala suku Teluk Lada tidak salah. Datuk Tirem mempunyai pengaruh yang sangat besar di Teluk. Para perompak dibuatnya kocar kacir. Hanya dalam waktu yang sangat singkat para perompak tersebut berhasil diusir dari desa Teluk Lada. Selanjutnya dia menjadi datuk atau pemimpin suku setelah menikahi putri kepala suku tersebut.
Pada era kepemimpinan Datuk Tirem, kehidupan di desa Teluk Lada terus berkembang. Penduduk yang sebelumnya biasa dengan kehidupannya yang berpindah-pindah atau hidup sendirir-sendiri, kini mereka mengenal hidup berkelompok dan hidup bersama-sama, seperti mengerjakan tanah ladang ataupun melaut. Budaya hidup berkelompok dan bersama-sama tersebut, mereka kenal dengan nama budaya samakarya.
Kehidupan di Teluk Lada terus berkembang. Hasil bumi dan laut yang melimpah menjadi daya tarik tersendiri para pendatang asing. Mereka orang-orang Tumasik/Penang, orang-orang Cina, orang Kamboja dan juga India. Mereka berdatangan dengan barang-barang dagangan untuk ditukarkan dengan barang kebutuhan. Desa Teluk Lada benar-benar berubah. Desa kecil tersebut dibuat menjadi pusat perdagangan terbesar di Jawa Barat.
Seiring dengan kemajuan dan perkembangannya desa Teluk Lada kembali dihantui para perompak. Itu karena para perompak memanfaatkan usia Datuk Tirem yang mulai uzur. Aki Tirem terus ditekan sementara ia tidak memiliki pendamping atau rakyat yang sekuat dirinya ketika masih muda. Desa Teluk Lada kian hari kian menurun keamanannya.
Kedatangan Rsi Dewawarman di desa Teluk Lada
Rsi Dewawarman adalah salah satu punggawa dari raja Calangkayana di kerajaan Samudragupta yang datang ke Jawa Barat pada tahun 128 ms. Ia bersama rombongan sebelumnya berlayar mengunjungi negara-negara; Ujung Mendini, Bumi Sopala, Yawana, Syangka, China, Abasid (Mesopotamia) kemudian menuju negara perak (Jawa Barat). Tujuan mereka, dalam rangka mencari Negara vazal (kerjasama ekonomi).
            Sebagai pemimpin yang ramah, Datuk Tirem menerima kedatangan utusan dari maharaja Pallawa tersebut dengan baik. Kerjasama niaga-pun disepakati. Sejak itu pula hubungan dagang dimulai. Kunjungan secara rutin dilakukan oleh Dewawarman ke Teluk Lada. Sebagai mitra niaga, kerajaan Calankayana mengirimkan kain, perabotan rumah tangga serta obat-obatan dan menukarnya dengan hasil bumi, tambang dan laut dari Teluk Lada.
Kerjasama ekonomi terus berjalan dengan baik. demikian pula hubungan persahabatan antara Datuk Tirem dengan Rsi Dewawarman. Mereka mulai saling mengenal kepribadian masing-masing. Datuk Tirem mulai menyukai Rsi Dewawarman. Kedatangannya di Teluk Lada dirasakannya tidak saja membawa kemajuan dalam ekonomi tetapi juga membawa harapan bagi keamanan Teluk Lada. Bajak Laut yang kembali merajalela perlahan bisa dipukul mundur karena kehadiran Dewawarman.
Pernah terjadi serangan yang membabi buta di pelabuhan Teluk Lada. Namun kedatangan Dewawarman dan rombongan yang bertepatan dengan peristiwa kejadian dengan sangat cekatan Dewawarman dan rombongan berhasil menumpas habis para pembajak. Dari tiga puluh tujuh orang para pembajak; lima orang tewas dan 22 orang ditawan. Selanjutnya diberlakukan hukuman mati (gantung). Sementara pasukan Dewawarman hanya tewas dua orang saja.
            Jasa Dewawarman di Teluk Lada sangat dirasakan oleh Aki Tirem. Sang Rsi banyak mengajarkan cara memimpin terutama membuat system pemerintahan. Demikian pula penduduk yang telah banyak diajarkan tentang budaya seperti hidup saling tolong menolong, cara bertani, menambang, berniaga, dan yang (juga) baru adalah bentuk pemujaan. Penduduk yang sebelumnya memiliki kepercayaan dan tradisi memuja Roh Nenek Moyang, memuja Api dan Matahari, kini juga mengenal pemujaan terhadap Dewa Agni, Dewa Aditya (Dewa Surya), dewa Wisnu, dewa Siwa, dan dewa Brahma.
Sejarah berdirinya Kerajaan Salakanagara
            Desa Teluk Lada berangsur aman dan terus berkembang sejak penataan yang dilakukan oleh Rsi Dewawarman.  Teluk Lada yang semula merupakan desa kecil  berubah menjadi kota yang besar dan ramai. Sejarahnya, selain menjadi wilayah pemukiman terbesar di Pasundan ketika itu, Teluk Lada juga menjadi pusat perdagangan pertama yang paling ramai dikunjungi penduduk dalam negeri dan luar negeri. Aki Tirem semakin senang dan Ia menyadari kemajuan tersebut diciptakan oleh Dewawarman. Sebagai seorang sahabat yang telah banyak dibantu dan merasakan usianya semakin tua, Datuk Tirem kemudian memberikan penghargaannya kepada Sang Rsi. Ia diminta tinggal menetap di Teluk Lada sekaligus dipinang sebagai menantu.
            Pernikahan berlangsung mewah dan megah. Sang putri yang cantik diiringi dayang-dayang terlihat sangat anggun dengan busana kebesaran adatnya.  Parasnya yang ayu, dengan polesan rempah-rempah alam yang alami semakin mempesonakan siapa saja yang melihatnya. Demikian pula dengan Dewawarman yang gagah tampak sangat perkasa dengan pakaian kebesaran adat Teluk Lada. Seluruh rakyat yang menyaksikan terpesona. Mereka menatap tanpa berkedip, terlihat kedua belah telapak tangan mereka memegang pipi dan sesekali terdengar menghela nafas serta mengeluarkan air mata karena turut merasakan kebahagiaan. Semuanya tersenyum haru, gembira karena membayangkan akan memiliki pemimpin yang baru dan luar biasa. Pesta besar dirayakan. Bunyi gamelan gemerincing sepanjang siang dan malam, demikian pula tari-tarian terus ditarikan sepanjang malam. Kedua mempelai sangat terhibur lebih-lebih rakyat yang sangat jarang menyaksikan tontonan seperti itu.
            Sejarah selanjutnya, Datuk Tirem yang sudah uzur jatuh sakit.  Iapun kemudian memanggil Dewawarman dan menyerahkan kekuasaannya kepada menantunya tersebut. Rakyat yang mendengar keputusan tersebut bertepuk gembira tetapi juga sedih karena mengetahui pemimpin mereka sakit keras.
            Sebagai ahli pemerintah, tidak berselang lama Dewawarman kemudian merubah system pemerintahan yang sebelumnya berbentuk desa dengan mendirikan kerajaan yang dinamainya Salakanagara dalam tahun 130Ms  dengan ibukotanya Rajatapura (kota perak, yang  sama artinya dengan Argyre Ptolemeus). Sebagai raja yang pertama sekaligus pendiri Salakanagara Dewawarman dinobatkan dengan nama Prabu Darmalokapala Dewawarman Haji Raksa Gapura Sagara, dan istrinya Pwah Pohaci Larasati dengan nama nobat Dewi Dwani Rahayu.
Era kepemimpinan Dewawarman
            Kota Teluk Lada yang telah berubah menjadi kerajaan Salakanagara terus berkembang pesat. Daerah kekuasannya-pun terus meluas meliputi Jawa Barat bagian barat, semua pulau Nusa di sebelah barat Jawa, laut di antara Pulau Jawa dengan Sumatra (selat Malaka sekarang).
Daerah-daerah di sepanjang pantai seperti; Nusa Mandala (Pulau Sangiang), Nusa Api (Krakatau), dan pesisir Sumatra bagian selatan dijaga ketat oleh pasukan dari Calankayana. Karena jalur ini merupakan gerbang laut perahu-perahu yang berlayar. Perahu-perahu yang berlayar dari timur ke barat ataupun sebaliknya dipungut upeti.
            Dalam waktu singkat kerajaan Salakanagarapun menjadi kerajaan yang kaya raya. Dewawarman terus melakukan perluasan wilayah. Wilayah Salakanagara kemudian membentang meliputi pantai Selat Sunda, kabupaten Lebak sampai Cianjur (sekarang), pantai utara Jawadwipa sampai tepi barat sungai Citarum, sekaligus dengan pedalamannya.
            Wilayah daerah kekuasaan yang semakin luas, mulai dipikirkan oleh Dewawarman. Untuk mempermudah melaksanakan pemerintahan serta memberi rasa aman kepada rakyatnya, Dewawarman kemudian menyatukan satuan-satuan kecil masyarakat di pedalaman menjadi satuan-satuan desa yang hidup saling berdekatan dan berdampingan serta saling membantu satu dengan lainnya. Adapun satuan-satuan desa tersebut kemudian disebut dengan "mandala-mandala" (daerah-daerah) bawahan/kerajaan;
          1          Kerajaan mandala Ujung Kulon (Lebak sekarang) dipimpin oleh adiknya yang bernama Bahadura Harigana Jaya Sakti. Wilayah kerajaannya meliputi Lebak dan sekitarnya. Ibu kotanya kira-kira berlokasi di sekitar Teluk Penanjung. Ibu kota sengaja dilokasikan di Teluk Penanjung diduga untuk lebih mengefektifkan informasi, komunikasi dan transformasi perdagangan.
          2          Kerajaan mandala Tanjung Kidul dipimpin oleh adiknya yang lain yang bernama Sweta Liman Sakti Menja yang beristrikan putri dari Singala (Srilangka).
Tanjung kidul wilayahnya meliputi pesisir pedalaman Sukabumi sampai dengan Cianjur (sekarang). Ibu kota kerajaan Tanjung Kidul adalah Agrabintapura yang terletak di sekitar gunung Bengbreng (daerah antara sungai Citarik dan pantai Cidaun). Pelabuhan-pelabuhan alam yang dimilikinya membawa manfaat yang sangat besar bagi Tanjung Kidul terutama dalam melancarkan kegiatan perdagangan, tranportasi dan komunikasi dengan pihak luar. Pada masa kerajaan Tanjung Kidul, selain hasil laut menjadi sumber pendapatan negara, telah dikenal pula tanaman padi ladang/tadah hujan yang teratur, dengan memanfaatkan lahan-lahan subur di pedalaman yang sekarang disebut dengan Cianjur dan Sukabumi. Penanaman palawija dan perternakan kerbau, sapi, kuda, ayam dan itik berkembang dengan pesat sejalan dengan luasnya lahan pertanian/ladang serta adanya hasil hutan (kayu, damar, kemenyan dan rotan).
            Keberhasilan Dewawarman dan permaisurinya membesarkan Salakanagara membawa rakyat pada kemakmuran dan kesejahteraan. Dewawarman sangat dihormati dan dianggap sebagai penjelmaan dari Dewa Wisnu yang senantiasa menjaga dan menjadi pelindung manusia. Demikian pula permaisurinya dianggap sebagai jelmaan Dewi Sri yaitu dewi yang melindungi tanaman, ternak dan kesuburan.
Catatan:
Dewawarman I beristrikan dua orang, yang pertama seorang putri Benggala dari India dan yang kedua Putri Aki Tirem yaitu Pohaci Larasati.
Sebagaimana Salakanagara berada di bawah pengaruh/kekuasaan Calankayana di India, maka sebagai negara Vazal, Salakanagara mempunyai kewajiban menyerahkan upeti tahunan kepada Calankayana. Dan sebagai kerajaan induk Calankayana terus mengirimkan kain sutra, permadani, senjata dan kapal laut ke Salakanagara. Selain itu, untuk lebih memperdalam pemahaman masyarakat terhadap agama Hindu maka secara berjenjang dikirimkan terus pendeta Hindu ke Salakanagara, sehingga seterusnya agama Hindu menjadi agama mayoritas penduduk Salakanagara yang menggantikan kepercayaan penduduk semula akan pemujaan roh nenek moyang. 
            Masa pemerintahan Salakanagara berlangsung dari tahun 130 sampai tahun 358. di bawah pemerintahan Dewawarman I sampai Dewawarman VIII. Adapun raja terakhir, yakni Dewawarman VIII tidak mempunyai anak laki-laki, sehingga tidak memiliki penerus tahta.
Berikut raja-raja yang pernah memerintah Kerajaan Salakanagara:
  1. Dewawarman I; Prabu Dharmalokapala Dewawarman Haji Raksa Gapura Sagara
  2. Dewawarman II; Prabu Digwijayakasa Dewawarmanputra
  3. Dewawarman III; Singasagara Bimayasawirya
  4. Dewawarman IV; Prabu Darmasatyanagara Dewawarman (nyentana)
  5. Dewawarman V; Prabu Amatya Sarwajala Dharma Satya Jaya Waruna Dewawarman
  6. Dewawarman VI; Prabu Ganayanadewa linggabumi Dewawarman
  7. Dewawarman VII; Prabu Bhimadigwijaya Satyaganapati Dewawarman
  8. Dewawarman VIII; Spatikarnawa Warmadewi Prabu Darmawirya Dewawarman Salakabhuwana
Sumber:
http://pontirta.wordpress.com/2010/07/23/kerajaan-pertama-di-nusantara/  http://leberiaindependenbuku.blogspot.com/2010/03/sejarah-kerajaan-tertua-di-indonesia.html