Beberapa
ahli sejarah meragukan kesahihan sejarah yang diuraikan dalam “Naskah
Wangsakerta Rajyarajya i Bhumi Nusantara” namun beberapa ahli lainnya merasa naskah
tersebut dapat dijadikan sebagai salah
satu sumber kajian baru mengenai sejarah kerajaan-kerajaan di Nusantara. Terdapat informasi penting dalam naskah tersebut dimana "kerajaan yang pertama
berdiri di Nusantara adalah kerajaan Salakanagara, bukan kerajaan Kutai Martadipura sebagaimana
yang tertulis selama ini di buku-buku sejarah siswa Sekolah Dasar (SD),
buku-buku sejarah siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) demikian juga pada buku-buku sejarah Sekolah
Menengah Atas (SMA)".
Berdasarkan informasi (penting) tersebut penulis tertarik menelusuri lebih jauh "kejelasan mengenai sejarah Kerajaan Salakanagara"
Selanjutnya di bawah ini adalah rangkuman dari beberapa refrensi sejarah dari beberapa ahli yang penulis susun sedemikian rupa.
Berdasarkan informasi (penting) tersebut penulis tertarik menelusuri lebih jauh "kejelasan mengenai sejarah Kerajaan Salakanagara"
Selanjutnya di bawah ini adalah rangkuman dari beberapa refrensi sejarah dari beberapa ahli yang penulis susun sedemikian rupa.
Asal-usul
leluhur pendudduk Jawa Barat
Luar negeri
Salah satu sumber di media internet menjelaskan bahwa; “di era sepuluh ribu tahun sebelum masehi orang-orang dari Benua Utara telah datang di Nusantara. Mereka datang menjelajah melalui pulau Sumatra selanjutnya menuju Negara perak
(jawa Barat) kemudian ke Jawa Timur, Jawa
tengah, pulau Nusa (Bali), Kalimantan. Tujuan mereka
beragam tetapi pada umumnya, mereka berdagang dan membeli barang-barang kebutuhan untuk negerinya. Barang-barang
yang mereka bawa seperti; bahan
pakaian, perhiasan (berupa ratna), permata, mustika, obat-obatan, bahan makanan
serta perabotan rumah tangga. Sedangkan barang-barang yang mereka beli di Nusantara seperti; rempah-rempah, padi, buah-buahan,
rumput laut, ikan dan perak.
Selanjutnya pada awal tarikh Saka datang pula orang-orang dari Sri Langka, Saliwahana, dan Benggala. Mereka
berlayar melalui Baratawarsa (India) menuju
Jawa Timur, Jawa Tengah dan akhirnya tiba di Jawa Barat. Selanjutnya seperti halnya kaum pedagang dari Benua Utara
demikian pula orang-orang dari Sri Langka, Saliwahana dan Benggala, banyak dari
mereka yang kemudian menjadi penduduk di Dwipantara (sebutan Nusantara tempo dulu).
Dalam negeri
Kebiasaan manusia pada zaman purba adalah hidup berpindah-pindah
dari satu tempat ke tempat lainnya. Mereka terus melakukan kebiasaan
tersebut karena memenuhi kebutuhan hidup (makan). Tidak terkecuali orang-orang dari jawa Tengah, Jawa Timur,
orang-orang dari Bugis, orang-orang dari Maluku, orang-orang dari Kalimantan dan orang-orang dari Sumatra. Namun diantara kaum pendatang tersebut yang
terkenal adalah seorang tokoh bernama Aki Tirem. Ia diperkirakan telah tiba di Jawa Barat tepatnya di desa Teluk Lada pada awal masehi.
Sifat penduduk Teluk Lada yang ramah memudahkan Aki Tirem memasuki
desa tersebut. Lebih-lebih kepala suku yang tidak dipungkiri membutuhkan sesosok orang yang dapat membantunya. Desa
Teluk Lada yang telah lama diganggu para perompak, melihat kehadiran Aki Tirem
adalah sosok orang yang membawa harapan.
Datuk Tirem diduga
seorang tokoh yang cerdas di zamannya.
Ia adalah putera dari Ki Srengga. Ki
Srengga putera dari Nyi Sariti. Nyi
Sariti putera dari Aki Bajul Pakel. Aki Bajul Pakel putera dari Aki Dungkul. Ki
Dungkul yang menetap di sumatra bagian Selatan, putera dari Ki Pawang Sawer. Aki Pawang Sawer
putera dari Datuk Pawang Marga. Datuk
Pawang Marga putera dari Ki Bagang yang menetap di Sumatera bagian
utara. Ki Bagang putera dari Ki Datuk
Benda. Ki Datuk Benda putera dari Nesan
yang tinggal di daerah Langkasuka. Ki Nesan leluhurnya berasal dari negeri
Yawana bagian barat (India).
Kepala suku
Teluk Lada tidak salah. Datuk Tirem mempunyai pengaruh yang sangat besar di
Teluk. Para perompak dibuatnya kocar kacir. Hanya dalam waktu yang sangat
singkat para perompak tersebut berhasil diusir dari desa Teluk Lada. Selanjutnya
dia menjadi datuk atau pemimpin suku setelah menikahi putri kepala suku tersebut.
Pada era kepemimpinan
Datuk Tirem, kehidupan di desa Teluk Lada terus
berkembang. Penduduk yang sebelumnya biasa dengan kehidupannya yang
berpindah-pindah atau hidup sendirir-sendiri, kini mereka mengenal hidup berkelompok
dan hidup bersama-sama, seperti mengerjakan tanah ladang ataupun melaut. Budaya hidup berkelompok dan bersama-sama tersebut, mereka kenal dengan nama
budaya samakarya.
Kehidupan di Teluk Lada terus berkembang. Hasil bumi dan laut yang melimpah menjadi daya tarik tersendiri
para pendatang asing. Mereka orang-orang Tumasik/Penang, orang-orang Cina, orang Kamboja dan juga India. Mereka
berdatangan dengan barang-barang dagangan untuk ditukarkan dengan barang
kebutuhan. Desa Teluk Lada benar-benar berubah. Desa kecil tersebut dibuat menjadi
pusat perdagangan terbesar di Jawa Barat.
Seiring dengan kemajuan dan perkembangannya desa Teluk Lada kembali
dihantui para perompak. Itu
karena para perompak memanfaatkan usia Datuk Tirem yang mulai uzur. Aki Tirem terus
ditekan sementara ia tidak memiliki pendamping atau rakyat yang sekuat dirinya
ketika masih muda. Desa Teluk Lada kian hari kian menurun keamanannya.
Kedatangan Rsi Dewawarman di desa Teluk Lada
Rsi Dewawarman adalah salah
satu punggawa dari raja Calangkayana di kerajaan Samudragupta yang datang ke
Jawa Barat pada tahun 128 ms. Ia bersama rombongan sebelumnya berlayar mengunjungi negara-negara; Ujung Mendini, Bumi Sopala, Yawana, Syangka, China,
Abasid (Mesopotamia) kemudian menuju negara perak
(Jawa Barat). Tujuan mereka, dalam rangka mencari Negara vazal (kerjasama
ekonomi).
Sebagai
pemimpin yang ramah, Datuk Tirem menerima kedatangan utusan dari maharaja
Pallawa tersebut dengan baik. Kerjasama
niaga-pun disepakati. Sejak itu pula hubungan dagang dimulai. Kunjungan
secara rutin dilakukan oleh Dewawarman ke Teluk Lada. Sebagai mitra niaga, kerajaan Calankayana mengirimkan kain, perabotan rumah tangga serta
obat-obatan dan menukarnya dengan hasil bumi,
tambang dan laut dari Teluk Lada.
Kerjasama
ekonomi terus berjalan dengan baik. demikian pula hubungan persahabatan antara Datuk
Tirem dengan Rsi Dewawarman. Mereka mulai saling mengenal kepribadian
masing-masing. Datuk Tirem mulai menyukai Rsi Dewawarman. Kedatangannya di Teluk
Lada dirasakannya tidak saja membawa kemajuan dalam ekonomi tetapi juga membawa
harapan bagi keamanan Teluk Lada. Bajak Laut yang kembali merajalela perlahan
bisa dipukul mundur karena kehadiran Dewawarman.
Pernah terjadi serangan yang
membabi buta di pelabuhan Teluk Lada. Namun kedatangan Dewawarman
dan rombongan yang bertepatan dengan peristiwa kejadian dengan sangat cekatan Dewawarman
dan rombongan berhasil menumpas habis para pembajak. Dari tiga puluh tujuh orang para pembajak; lima orang tewas
dan 22 orang ditawan. Selanjutnya diberlakukan hukuman mati (gantung). Sementara pasukan Dewawarman hanya
tewas dua orang saja.
Jasa Dewawarman
di Teluk Lada sangat dirasakan oleh Aki Tirem. Sang Rsi banyak mengajarkan
cara memimpin terutama membuat system pemerintahan. Demikian pula penduduk yang
telah banyak diajarkan tentang budaya seperti hidup saling tolong menolong,
cara bertani, menambang, berniaga, dan yang (juga) baru adalah
bentuk pemujaan. Penduduk yang sebelumnya
memiliki kepercayaan dan tradisi memuja Roh Nenek Moyang, memuja Api dan Matahari, kini juga
mengenal pemujaan terhadap Dewa Agni, Dewa Aditya (Dewa Surya), dewa Wisnu, dewa Siwa, dan dewa Brahma.
Sejarah berdirinya
Kerajaan Salakanagara
Desa
Teluk Lada berangsur aman dan terus
berkembang sejak penataan yang dilakukan oleh Rsi Dewawarman. Teluk Lada yang semula merupakan desa kecil berubah menjadi kota yang besar dan ramai. Sejarahnya, selain menjadi wilayah pemukiman terbesar di Pasundan
ketika itu, Teluk Lada juga menjadi pusat perdagangan pertama yang paling ramai
dikunjungi penduduk dalam negeri dan luar negeri. Aki Tirem semakin senang dan Ia menyadari
kemajuan tersebut diciptakan oleh Dewawarman. Sebagai seorang sahabat yang telah banyak dibantu dan merasakan usianya semakin
tua, Datuk Tirem kemudian memberikan penghargaannya kepada Sang Rsi. Ia diminta tinggal menetap di Teluk Lada sekaligus
dipinang sebagai menantu.
Pernikahan
berlangsung mewah dan megah. Sang putri yang cantik diiringi dayang-dayang
terlihat sangat anggun dengan busana kebesaran adatnya.
Parasnya yang ayu, dengan polesan rempah-rempah alam yang alami semakin
mempesonakan siapa saja yang melihatnya. Demikian pula dengan Dewawarman yang gagah tampak sangat perkasa dengan pakaian kebesaran adat Teluk
Lada. Seluruh rakyat yang menyaksikan terpesona. Mereka menatap tanpa
berkedip, terlihat kedua belah telapak tangan mereka memegang pipi dan sesekali terdengar menghela nafas serta
mengeluarkan air mata karena turut
merasakan kebahagiaan. Semuanya tersenyum haru, gembira karena membayangkan
akan memiliki pemimpin yang baru dan luar biasa. Pesta besar dirayakan. Bunyi gamelan gemerincing sepanjang siang dan malam,
demikian pula tari-tarian terus ditarikan sepanjang malam. Kedua mempelai sangat terhibur lebih-lebih rakyat yang
sangat jarang menyaksikan tontonan seperti itu.
Sejarah selanjutnya, Datuk Tirem
yang sudah uzur jatuh sakit. Iapun
kemudian memanggil Dewawarman dan menyerahkan kekuasaannya kepada menantunya tersebut.
Rakyat yang mendengar keputusan tersebut bertepuk gembira tetapi juga sedih
karena mengetahui pemimpin mereka sakit keras.
Sebagai
ahli pemerintah, tidak berselang lama Dewawarman kemudian merubah system pemerintahan yang sebelumnya berbentuk desa dengan mendirikan
kerajaan yang dinamainya Salakanagara dalam tahun 130Ms dengan
ibukotanya Rajatapura (kota perak, yang sama artinya dengan Argyre Ptolemeus).
Sebagai raja yang pertama sekaligus pendiri Salakanagara Dewawarman dinobatkan dengan
nama Prabu Darmalokapala Dewawarman
Haji Raksa Gapura Sagara, dan istrinya Pwah Pohaci Larasati dengan nama
nobat Dewi Dwani Rahayu.
Era
kepemimpinan Dewawarman
Kota
Teluk Lada yang telah berubah menjadi kerajaan Salakanagara terus berkembang
pesat. Daerah kekuasannya-pun terus meluas meliputi Jawa Barat bagian barat, semua pulau Nusa di sebelah barat
Jawa, laut di antara Pulau Jawa dengan Sumatra (selat Malaka sekarang).
Daerah-daerah di sepanjang pantai seperti; Nusa
Mandala (Pulau Sangiang), Nusa Api (Krakatau), dan pesisir Sumatra bagian
selatan dijaga ketat oleh pasukan dari Calankayana. Karena jalur ini merupakan
gerbang laut perahu-perahu yang berlayar. Perahu-perahu yang berlayar dari
timur ke barat ataupun sebaliknya dipungut upeti.
Dalam
waktu singkat kerajaan Salakanagarapun menjadi
kerajaan yang kaya raya. Dewawarman terus melakukan perluasan wilayah. Wilayah Salakanagara kemudian membentang meliputi pantai Selat Sunda, kabupaten Lebak sampai Cianjur (sekarang), pantai utara Jawadwipa sampai tepi barat sungai
Citarum, sekaligus dengan pedalamannya.
Wilayah
daerah kekuasaan yang semakin luas, mulai dipikirkan oleh Dewawarman. Untuk mempermudah melaksanakan pemerintahan serta memberi rasa aman kepada rakyatnya, Dewawarman kemudian
menyatukan satuan-satuan kecil masyarakat di pedalaman menjadi
satuan-satuan desa yang hidup saling berdekatan dan berdampingan serta saling
membantu satu dengan lainnya. Adapun satuan-satuan desa tersebut
kemudian disebut dengan "mandala-mandala"
(daerah-daerah) bawahan/kerajaan;
1
Kerajaan mandala Ujung Kulon (Lebak sekarang) dipimpin
oleh adiknya yang bernama Bahadura Harigana Jaya Sakti. Wilayah kerajaannya
meliputi Lebak dan sekitarnya. Ibu kotanya kira-kira berlokasi di sekitar Teluk
Penanjung. Ibu kota sengaja dilokasikan di Teluk Penanjung diduga untuk lebih
mengefektifkan informasi, komunikasi dan transformasi perdagangan.
2
Kerajaan mandala Tanjung Kidul dipimpin oleh adiknya yang
lain yang bernama Sweta Liman Sakti Menja yang beristrikan putri dari Singala
(Srilangka).
Tanjung
kidul wilayahnya meliputi pesisir pedalaman Sukabumi sampai dengan Cianjur
(sekarang). Ibu kota kerajaan Tanjung Kidul adalah Agrabintapura yang terletak
di sekitar gunung Bengbreng (daerah antara sungai Citarik dan pantai Cidaun).
Pelabuhan-pelabuhan alam yang dimilikinya membawa manfaat yang sangat besar
bagi Tanjung Kidul terutama dalam melancarkan kegiatan perdagangan, tranportasi
dan komunikasi dengan pihak luar. Pada masa kerajaan Tanjung Kidul, selain
hasil laut menjadi sumber pendapatan negara, telah dikenal pula tanaman padi
ladang/tadah hujan yang teratur, dengan memanfaatkan lahan-lahan subur di
pedalaman yang sekarang disebut dengan Cianjur dan Sukabumi. Penanaman palawija
dan perternakan kerbau, sapi, kuda, ayam dan itik berkembang dengan pesat
sejalan dengan luasnya lahan pertanian/ladang serta adanya hasil hutan (kayu,
damar, kemenyan dan rotan).
Keberhasilan
Dewawarman dan permaisurinya membesarkan Salakanagara membawa rakyat pada
kemakmuran dan kesejahteraan. Dewawarman sangat dihormati dan dianggap sebagai
penjelmaan dari Dewa Wisnu yang senantiasa menjaga dan menjadi pelindung
manusia. Demikian pula permaisurinya dianggap sebagai jelmaan Dewi Sri yaitu dewi
yang melindungi tanaman, ternak dan kesuburan.
Catatan:
Dewawarman I beristrikan dua orang, yang pertama
seorang putri Benggala dari India dan yang kedua Putri Aki Tirem yaitu Pohaci
Larasati.
Sebagaimana Salakanagara berada di
bawah pengaruh/kekuasaan Calankayana di India, maka sebagai negara Vazal,
Salakanagara mempunyai kewajiban menyerahkan upeti tahunan kepada Calankayana.
Dan sebagai kerajaan induk Calankayana terus mengirimkan kain sutra, permadani,
senjata dan kapal laut ke Salakanagara. Selain itu, untuk lebih memperdalam
pemahaman masyarakat terhadap agama Hindu maka secara berjenjang dikirimkan terus
pendeta Hindu ke Salakanagara, sehingga seterusnya agama Hindu menjadi agama
mayoritas penduduk Salakanagara yang menggantikan kepercayaan penduduk semula
akan pemujaan roh nenek moyang.
Masa pemerintahan Salakanagara
berlangsung dari tahun 130 sampai tahun
358. di bawah pemerintahan Dewawarman I sampai Dewawarman VIII. Adapun raja
terakhir, yakni Dewawarman VIII tidak mempunyai anak laki-laki, sehingga tidak
memiliki penerus tahta.
Berikut raja-raja yang pernah memerintah Kerajaan
Salakanagara:
- Dewawarman I; Prabu Dharmalokapala Dewawarman Haji Raksa Gapura Sagara
- Dewawarman II; Prabu Digwijayakasa Dewawarmanputra
- Dewawarman III; Singasagara Bimayasawirya
- Dewawarman IV; Prabu Darmasatyanagara Dewawarman (nyentana)
- Dewawarman V; Prabu Amatya Sarwajala Dharma Satya Jaya Waruna Dewawarman
- Dewawarman VI; Prabu Ganayanadewa linggabumi Dewawarman
- Dewawarman VII; Prabu Bhimadigwijaya Satyaganapati Dewawarman
- Dewawarman VIII; Spatikarnawa Warmadewi Prabu Darmawirya Dewawarman Salakabhuwana
Sumber:
http://pontirta.wordpress.com/2010/07/23/kerajaan-pertama-di-nusantara/ http://leberiaindependenbuku.blogspot.com/2010/03/sejarah-kerajaan-tertua-di-indonesia.html